BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Linguistik
Bandingan Historis adalah suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mempersoalkan
bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi
dalam dalam bidang waktu tersebut. Linguistik Bandingan Historis pertama-tama merupakan
sebuah cabang ilmu bahasa yang membandingkan bahasa-bahasa yang tidak memiliki
data-data tertulis, atau dapat pula dikatakan bahwa Linguistik Bandingan
Historis adalah suatu cabang ilmu bahasa yang lebih menekankan teknik
pra-sejarah bahasa.
Salah
satu tujuan dari Linguistik Historis adalah usaha untuk mengadakan pengelompokan (sub-grouping)
bahasa-bahasa, sehingga bukan hanya diketahui bahwa antara bahasa-bahasa
tertentu terdapat tali kekerabatan, tetapi juga dapat diketahui lebih lanjut
bagaimana tingkat kekerabatan antara bahasa-bahasa itu.
Dengan
mengetahui tingkat-tingkat kekerabatan itu berarti akan diketahui pula
kelompok-kelompok, baik kecil maupun besar, dalam suatu kesatuan bahwa proto. Untuk
melakukan pengelompokan itu ada metode-metode yang digunakan. Metode-metode
tersebut akan dibahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yakni
“Metode apa saja yang digunakan dalam
pengelompokan bahasa-bahasa?”.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini yakni untuk
mengetahui metode dalam pengelompokan bahasa-bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Stammbaumtheorie
(Teori Stammbaum)
Metode
pengelompokan bahasa Stammbaumtheorie atau yang kemudian dikenal dengan
nama Family tree atau silsilah
muncul pada tahun 1866. August Schleicer sebagai penggagas teori ini
mengemukakan model Stammbaum mengikuti pula prinsip silsilah keturunan,
suatu pandangan yang jelas tentang bahasa-bahasa, mulai dari bahasa proto yang
berkembang menjadi cabang-cabang bahasa, serta pengembangan selanjutnya dari
cabang-cabang utama sampai ke cabang-cabang yang lebih kecil, yang tetap
memperlihatkan hubungan baik dalam waktu maupun ruang (Keraf, 1984: 107).
Korespodensi fonemis adalah dasar teori Stammbaum.
Dalam teori ini, terdapat pencabangan dua yang mempunyai arti bahwa setiap
bahasa secara langsung dan serempak menghasilkan dua cabang baru. Hal yang
disayangkan adalah tidak adanya kelanjutan dari kedua bahasa tersebut setelah
berpisah. Pertanyaan yang muncul adalah apakah masih terdapat kontak atau
tidak. Istilah Stammbaum atau silsilah menunjukkan hubungan dan tingkat
perkembangan antara bahasa-bahasa kerabat. Hal tersebut sama dengan garis
keturunan manusia. Istilah yang digunakan disamakan dengan organism biologis.
Dalam hal ini, perubahan dalam bahasa terbentuk oleh manusia dan bukan oleh
bahasa itu sendiri. Tentu saja, teori ini tidak luput dari kelemahan.
Kelemahan teori ini adalah tiap cabang hanya menurunkan dua
cabang baru dan pencabangan tersebut terbentuk secara tiba-tiba. Tentu
pencabangan dari suatu bahasa proto tidak hanya menjadi dua cabang baru, tetapi
dapat lebih dari dua. Bahkan, dapat hanya satu bahasa pantulannya. Semua
kemungkinan dapat saja terjadi karena beberapa faktor. Faktor tersebut bisa
saja berupa bencana alam atau peperangan yang menyebabkan penduduk dari suatu
wilayah yang menuturkan bahasa tersebut menyebar ke tempat yang berbeda.
Kemudian penyebaran kelompok bahasa tersebut menjadi pertumbuhan yang akan
menjadi bahasa yang berbeda dalam perkembangan berikutnya.
Contoh pohon keluarga rumpun Sino-Tibet
2.2 Teori Gelombang
Teori yang diajukan oleh Schleider yang kemudian
disempurnakan oleh John Schmidt. Teori tersebut disebut dengan Wellentheorie.
Dalam teori tersebut diungkapkan bahwa bahasa pada suatu wilayah dapat
dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada wilayah lain di sekitarnya. Hal
tersebut didasarkan pada bahasa yang digunakan secara berantai dalam suatu
wilayah tertentu dan perubahan yang terjadi pada suatu tempat tertentu (Keraf,
1984: 110). Perubahan tersebut menyebar ke segala arah, seperti gelombang dalam
sebuah kolam. Kolam akan menghasilkan gelombang jika ada benda yang jatuh ke
dalam kolam tersebut. Hal tersebut menjelaskan bahwa bahasa yang sudah berpisah
masih terdapat kontak satu sama lain. Hal tersebut membuat kelemahan teori
sebelumnya tidak terdapat pada teori ini.
Contoh gelombang J. Schmidt
Dari penggambaran di atas terdapat dua
masyarakat dari komunitas A dan B yang memiliki perbedaan kelompok usia,
kelompok sosial atau kelompok regional. Bagian yang diarsir pada gambar di atas
menggambarkan daerah tempat terjadinya kontak bahasa antara dua komunitas tersebut.
Seiring dengan waktu yang relatif cukup lama, maka daerah ini merupakan daerah
bahasa baru. Demikian seterusnya hingga dua masyarakat bahasa baik dari
lingkaran C, B, bahkan A sekalipun dapat menciptakan daerah-daerah bahasa baru
(diilustrasikan dengan garis gelombang putus-putus yang dapat diartikan sebagai
berpotensi untuk daerah baru kontak bahasa).
Misalnya, dalam
bahasa Sunda kata putih mempunyai arti bodas, dalam bahasa Bima, Sika, dan
bahasa-bahasa Lamaholot adalah bura, yang secara fonetis dianggap berkerabat. Hal
tersebut menunjukkan pula bahwa penyebaran bahasa berasal dari pusat menuju
pinggir daerah. Dalam penyebaran tersebut dapat terjadi penghilangan di tengah
jalan. Daerah penyebaran yang berada di tengah pun dapat mengalami perubahan. Contoh
lain adalah dialek Banyumasan atau sering disebut Bahasa Ngapak adalah kelompok
bahasa
bahasa
Jawa yang dipergunakan di wilayah barat
Jawa Tengah,
Indonesia.
Beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di
Banten Utara serta
daerah
Cirebon-
Indramayu.
Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini
disebabkan bahasa
Banyumasan masih berhubungan erat dengan
bahasa
Jawa Kuna (
Kawi).
Bahasa Banyumasan
terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut
Banyumasan
karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah
Banyumasan.
Seorang ahli
bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan
di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian
barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya
adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan
kelompok bahasa Jawa bagian Timur.
Kelompok bahasa
Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan
Jawa Barat/
Bahasa
Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak). Secara
geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar
wilayah berbudaya
Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana,
logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan.
Banten Utara
|
Cirebonan & Dermayon
|
Banyumasan
|
Tegal, Brebes
|
Pemalang
|
Solo/Yogya
|
Sunda
|
Indonesia
|
Kita
|
kita/reang/ingsun/isun
|
inyong/nyong
|
inyong/
nyong
|
nyong
|
Aku
|
kuring
|
aku/saya
|
Sire
|
Sira
|
rika
|
Koen
|
Koe
|
Kowe
|
maneh
|
kamu
|
Pisan
|
pisan
|
banget
|
nemen/
temen
|
nemen/temen/teo
|
Tenan
|
pisan
|
sangat
|
keprimen
|
kepriben/
kepriwe
|
kepriwe
|
kepriben/
priben/pribe
|
keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe
|
piye/
kepriye
|
kumaha
|
bagaimana
|
Ore
|
ora/beli
|
ora
|
ora/belih
|
ora/beleh
|
Ora
|
enteu
|
tidak
|
Manjing
|
manjing
|
mlebu
|
manjing/
mlebu
|
manjing/mlebu
|
Mlebu
|
asup
|
masuk
|
Arep
|
arep/pan
|
arep
|
Pan
|
pan/pen/ape/pak
|
Arep
|
arek
|
akan
|
Banyak kemungkinan yang muncul dari
teori Gelombang. Bahasa proto dapat menjadi tiga cabang atau lebih, tetapi
dapat pula menjadi satu bahasa baru. Bahkan, bahasa proto dapat pula mati
sebelum menurunkan satu bahasa baru. Pencabangan seperti ini pun tidak terjadi
secara mendadak. Dalam hal ini, ada peralihan yang bersifat kumulatif untuk
mencapai suatu bahasa baru atau lebih. Oleh sebab itu, teori pencabangan
bahasa memerlukan Wellentheorie untuk melengkapi Stammbaumtheorie. Teori
Gelombang mempunyai kelebihan, yaitu tori ini menujukkan fleksibilitas hubungan
antarbahasa dan menerima perubahan yang memungkinkan mempengaruhi hubungan
tersebut.
2.3 Metode Pemeriksaan
Dalam ilmu perbandingan bahasa historis, pertama-tama akan
ditetapkan apakah terdapat tingkat-tingkat perbedaan dalam hubungan antara
bahasa-bahasa kerabat.
Misalnya dalam meneliti bahasa-bahasa yang masih hidup
dewasa ini misalnya bahasa Melayu, Jawa, Sunda, dan Bali berdasarkan
korespondensi fonemis, dapat ditetapkan bahasa mana di antara keempatnya lebih
mirip satu sama lain. Apakah bahasa
Melayu lebih dekat dengan bahasa Sunda atau lebih dekat dengan bahasa Jawa.
Prosedur semacam ini disebut prosedur sub-grouping atau prosedur
pengelompokkan.
Salah satu cara untuk menetapkan pengelompokkan
bahasa-bahasa adalah dengan mempergunakan metode pemeriksaan sekilas (inspection).
Dengan menggunakan metode ini, pengamat hanya mengadakan peninjauan sepintas
lalu mengenai persamaan dan perbedaan
antara bahasa-bahasa yang dibandingkan. Misal dengan mengamati data-data berikut,
dapat ditentukan bahwa bahasa Melayu lebih dekat dengan bahasa Sunda, sedangkan
bahasa Jawa lebih jauh hubungannya.
Melayu : dua, tadi, anjiƞ
Sunda : dua, tadi, anjiƞ
Jawa : lɔrɔ, mau, asu
Metode ini kadang-kadang berhasil, tetapi kadang-kadang juga
gagal, tergantung dari materi yang dipergunakan. Semakin banyak data yang
dimasukkan dalam pemeriksaan ini tentu semakin dapat diandalkan hasilnya.
Dengan mempergunakan metode pemeriksaan atas data-data dari
sejumlah bahasa Eropa, seperti terdapat dalam daftar di bawah ini, dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua kelompok bahasa yaitu bahasa
Inggris-Jerman-Belanda, dan kelompok yang lain terdiri atas Prancis-Italia-Spanyol.
Di samping terlihat adanya hubungan bunyi (korespondensi fonemis) antara
kelompok-kelompok tersebut, jelas terlihat pula kesamaan bentuk-makna kata-kata
antara kedua kelompok itu. Hanya satu kata yang memperlihatkan adanya kemiripan
antara kedua kelompok itu yaitu kata ‘saya’ yang berbentuk : me, mich, me, moi,
me, me.
Gloss
|
Inggris
|
Jerman
|
Belanda
|
Prancis
|
Italia
|
Spanyol
|
tangan
|
hand
|
Hand
|
Hand
|
main
|
mano
|
mano
|
kaki
|
foot
|
Fuss
|
Voet
|
pied
|
piede
|
pie
|
dua
|
two
|
Zwei
|
Twee
|
deux
|
due
|
dos
|
tiga
|
three
|
Drei
|
Drie
|
trois
|
tre
|
tres
|
saya
|
me
|
Mich
|
Me
|
moi
|
me
|
me
|
Penetapan anggota kelompok bukan
semata-mata berdasarkan bentuk yang identik, tetapi juga melihat
kemiripan-kemiripan yang ada, yang dapat dijelaskan melalui korespondensi
fonemis, dan bermacam-macam perubahan bunyi atau perubahan morfemis.
Metode pemeriksaan selintas walaupun
tak memuaskan dapat dipakai sebagai langkah permulaan.kata-kata yang dipakai dalam
pemeriksaan sepintas dapat diperluas ke atas dan ke bawah sehingga kita akan sampai
kepada suatu tata tingkat bahasa berdasarkan tingkat hubungannya satu sama
lain.
2.4 Metode Kosa Kata Dasar
Kosa kata yang dipergunakan dalam metode kosa kata dasar (basic
vocabulary). Metode ini bertolak dari suatu asumsi bahwa perbendaharaan
kata dalam suatu bahasa dapat dibedakan dalam dua kelompok yang besar, yaitu:
1. Kata-kata
yang tidak gampang berubah, misalnya kata-kata mengenai anggota tubuh,
kata-kata ganti, kata-kata yang menyatakan perasaan, kata-kata yang bertalian
dengan cuaca dan alam, kata-kata bilangan, dan kata-kata yang berhubungan
dengan perlengkapan rumah tangga yang dianggap ada sejak permulaan. Semua kata
ini dimasukkan dalam sebuah kelompok yang disebut kosa kata dasar.
2. Kata-kata
yang mudah berubah, yaitu kata-kata yang dipinjamkan kepada kebudayaan lain.misalnya
kata: meja, kursi, baju, lampu. Kata-kata ini mudah mengalami difusi, sebab itu
gampang pula mengalami perubahan. Kata-kata ini disebut kata-kata budaya (cultural
words).
Kata yang dipergunakan dalam pengelompokkan dengan metode
ini adalah perbendaharaan kata dasar, karena kata-kata itu dianggap sebagai
warisan bersama dari bahasa proto. Kata-kata ini dapat juga mengalami
perubahan, tetapi perubahan itu sangat lamban. Dengan menyusun sebuah daftar
dari kosa kata dasar tersebut, peneliti mengumpulkan data-data dari
bahasa-bahasa yang akan diperbandingkan. Dengan mempergunakan prinsip-prinsip
korespondensi fonemis dan memperhatikan pula perubahan-perubahan yang terjadi
maka dapat ditetapkan kata-kata mana dari daftar itu dapat dianggap sebagai
kata kerabat. Dengan menghitung jumlah kesamaan antara bahasa-bahasa yang
diperbandingkan dapat disusun kelompok-kelompok kerabat bahasa.
2.5 Inovasi
Metode inovasi atau juga yang disebut metode pembaharuan
bertolak dari suatu asumsi bahwa pada suatu waktu, karena alasan atau sebab
tertentu, suatu bahasa kerabat memperbarui satu atau lebih kosa kata dasarnya.
Pembaharuan ini terjadi bukan karena pinjaman atau pengaruh dari luar, tetapi
karena daya tumbuh dari bahasa itu sendiri. Inovasi pertama-tama terjadi karena
salah ucap atau salah tulis sebuah kata dalam teks lama. Walaupun tidak menyangkut kosa kata dasar, dalam menafsirkan
naskah Melayu Lama yang ditulis dengan huruf Arab Melayu ada yang mengatakan bahwa
nama Hang Lekir dan Hang Lekiu sebenarnya nama orang yang sama, tetapi karena salah
tulis dan dengan demikian salah baca, maka nama Hang Lekir dibedakan dari Hang
Lekiu.
Pembaharuan juga terjadi karena perubahan makna. Kata hulu
dulu berarti ‘kepala’ yang masih bertahan dalam beberapa bahasa Austronesia
Barat. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia kata hulu berubah maknanya sehingga
berarti ‘tangkai’, ‘bagian udik sungai’. Kadang-kadang terjadi bahwa dalam
bahasa yang sudah mengalami inovasi makna tersebut, makna lama masih bertahan
dalam ungkapan-ungkapan tertentu, sehingga masih mengandung fungsi periferal,
sementara makna yang baru dengan bentuk yang lama itu menduduki fungsi primer. Bentuk-bentuk
tua dengan makna yang lama yang masih bertahan dalam bahasa sekarang disebut
relic, sedangkan bentuk yang diperbarui disebut inovasi.
Inovasi dapat terjadi karena kontaminasi. Bahasa Jerman
Rendah memiliki kata he, Jerman Tinggi er, dari kedua kata tersebut dibentuk
kata her ‘dia’; demikian juga kata Jerman Rendah Ünne ‘bawang’ dan Jerman
Tinggi Lauch ‘sejenis bawang’ menurunkan kata Ünlauch ‘bawang’ dalam dialek
Niederrhein.
Bila ada dua bahasa atau lebih mengalami pembaharuan kata
dasarnya atau sistem fonem protonya (common innovation) dengan
meninggalkan unsur yang lama, maka bahasa-bahasa itu sejak mengalami perubahan
itu dianggap membentuk kelompok baru, hingga sampai suatu saat kalau terjadi
pembaharuan lain yang memungkinkan timbulnya cabang-cabang baru lagi.
Misalnya dalam membandingkan unsur kata dasar dalam
bahasa-bahasa berikut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa Jawa yang
mempergunakan kata asu lebih dahulu memisahkan diri.
Jawa :
asu
Melayu :
anjing
Sunda :
anjing
Tapi bila kita mengambil jangkauan yang lebih luas, maka
kesimpulan sementara di atas akan terbalik, yaitu bahwa bahasa Melayu dan Sunda
yang memisahkan diri lebih dahulu dari kelompok induk dengan mengalami inovasi
berupa kata anjing. Perbendaharaan kata baru yang dimiliki bersama oleh
bahasa-bahasa yang mengalami ini disebut shared innovation.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Stammbaum merupakan metode pengelompokan bahasa yang menunjukkan hubungan dan tingkat perkembangan
antara bahasa-bahasa kerabat.
3.1.2. Dalam teori Wellentheorie
diungkapkan bahwa bahasa pada suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh perubahan
yang terjadi pada wilayah lain di sekitarnya.
3.1.3 Metode pemeriksaan sekilas (inspection) yakni pengamat hanya mengadakan peninjauan sepintas
lalu mengenai persamaan dan perbedaan
antara bahasa-bahasa yang dibandingkan.
3.1.4 Metode Kosa Kata Dasar yakni metode yang menggunakan kata
perbendaharaan kata dasar, karena kata-kata itu dianggap sebagai warisan
bersama dari bahasa proto.
3.1.5 Metode Inovasi pertama-tama terjadi karena salah ucap atau salah
tulis sebuah kata dalam teks lama.