HAKIKAT
KURIKULUM, KONSEP DASAR KURIKULUM,
DAN
KOMPONEN KURIKULUM
Penulis
Kelompok VI
1.
Janatun
Naim (
1013041011 )
2.
Zusi
Ardiana (
1013041073 )
3.
Eka
Rahmatul Fitriyani (
1013041007 )
4.
Dona
Ratnasari (
1013041005 )
5.
Ria
Anggraeni (
1013041055 )
6.
Siti
Andaria (
1013041061 )
7.
Amara
Natalia (
1013041075 )
Prodi :
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Kelas :
A
Mata Kuliah : Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum
Dosen :
Dr. Sultan Djasmi, M.Pd.
BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis haturkan ke
hadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah
dalam mata kuliah Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum yang
berjudul “Hakikat Kurikulum, Konsep
Dasar Kurikulum, dan Komponen Kurikulum” ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis
sadar bahwa makalah
ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dosen pengampu,
rekan-rekan,
dan pihak-pihak yang telah membantu baik secara moril maupun spiritual. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih.
Makalah ini masih jauh dari sempurna,
maka kiranya kritik dan saran sangat penulis nanti dari para pembaca. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Bandarlampung,
Maret 2013
Penulis
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3
Tujuan .................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1
Hakikat Kurikulum ................................................................................ 3
2.2
Konsep Dasar Kurikulum ....................................................................... 6
2.3
Teori Kurikulum ..................................................................................... 11
2.4
Proses Kurikulum ................................................................................... 20
2.5
Tujuan Kurikulum .................................................................................. 21
2.6
Komponen Kurikulum ........................................................................... 28
2.7
Jenis-Jenis Kurikulum ............................................................................ 31
BAB
III PENUTUP ........................................................................................ 35
3.1
Simpulan ................................................................................................ 35
DAFTAR
PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam melakukan suatu kegiatan pasti akan
memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis
dan terstruktur agar dapat mencapai tujuan yang ditentukan atau yang
diharapkan. Demikian pula halnya pendidikan, diperlukan adanya program yang
terencana dan dapat mengantarkan proses pembelajaran atau pendidikan sampai
pada tujuan yang diharapkan. Proses, pelaksanaan, sampai penilaian dalam
pendidikan lebih dikenal dengan istilah “kurikulum pendidikan”.
Dalam dunia pendidikan, kurikulum memunyai peranan
yang penting karena merupakan operasionalisasi tujuan yang hendak dicapai,
bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa melibatkan kurikulum pendidikan.
Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok dalam pendidikan. Kurikulum
sendiri juga merupakan sistem yang mempunyai komponen-komponen tertentu. Kurikulum
dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan
yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan
siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari
dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memunyai
kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Pendidikan
tidak mungkin berjalan dengan baik atau berhasil mencapai tujuan yang telah
ditetapkan jika pendidikan tidak dijalankan sesuai dengan kurikulum. Kurikulum
yang dibuat tidak dapat mencapai kesempurnaan jika dalam penyusunannya,
penyusun kurikulum tidak memahami secara utuh hakikat dan fungsi kurikulum.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam
pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan
kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari kurikulum. Oleh
karena itu, pihak-pihak terkait dengan kurikulum harus mengetahui hakikat
kurikulum. Dalam makalah ini akan dibahas tentang hakikat kurikulum tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini memunyai rumusan masalah yaitu sebagai berikut.
1. Apakah hakikat kurikulum?
2. Bagaimanakah konsep dasar
kurikulum?
3. Apakah teori kurikulum?
4. Bagaimanakah proses
kurikulum?
5. Apa sajakah tujuan
kurikulum?
6. Apa sajakah komponen kurikulum?
7. Apa sajakah jenis-jenis kurikulum?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk memahami tentang
hakikat kurikulum, konsep dasar kurikulum, teori kurikulum, proses kurikulum,
dan tujuan kurikulum.
2. Untuk menambah pengetahuan
tentang komponen kurikulum dan jenis-jenis kurikulum.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Kurikulum
Istilah “kurikulum”memiliki
berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan
kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut
berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan
dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni
“Curriculae” artinya jarak yang harus ditempuh seseorang pelari. Pada waktu
itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh
oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada
hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang
berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh
suatu jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu
kurikulum dianggap sebagai jenbatan yang sangat penting untuk mencapai titik
akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan berikut ini (Hamalik, 2008:16-17).
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan
dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai
pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun
secara sistematis dan logis. Misalnya, bakat pengalaman dan penemuan-penemuan
masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis,
artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima oleh akal
dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang disampaikan
kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna
baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin banyak
pula mata ajaramn yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh
siswa disekolah (Hamalik, 2008:16-17).
Ditinjau dari
asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa yunani yang mula-mula digunakan
dalam bidang olah raga, yaitu kata currure
yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak
yang harus ditempuh mulai dari start sampai dengan finish. Jarak dari start sampai
dengan finish disebut currure. Atas dasar tersebut pengertian kurikulium
diterapkan dalam bidang pendidikan.
Banyak ahli
pendidikan dan ahli kurikulum yang membatasi pengertian kurikulum beberapa
definisi tersebut dirumuskan dengan berbeda meskipun pada initinya terkandung
maksud yang sama. Sebagai gambaran ada beberapa pengertian kurukulum yang
dikembangkan oleh bebrapa orang ahli. Hilda, Taba dalam bukunya, Curriculum Development, Theory and Practice (1962),
mendefinisikan kurikulum sebagai a plan
for learning. J.F Kerr (1966)
mendefinisikan kurikulum sebagai :
“ All the learning which is planned or guided
by the school, whether it is carried on in groups or individually, inside of or
outside the school”.
Definisi yang
lebih kompleks tentang kurikulum dikemukakan oleh Rene Ochs (1964) yang
dikutipoleh Ariech Lewy (1970) sebagai berikut:
This term often to design aqually a programme for a given
subject matter for the entire cycle or even the whole range of cycles. Further,
the term curriculum is somestimes used in a wider sense to cover the various
educational activities through which the content is conveyed as well as
materials used and methods employed.
Dari ketiga definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan aktivitas dan kegiatan
belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan
sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah. Atas dasar tersebut secara
oprasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai berikut.
1.
Suatu
bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang
dilaksanakan dari tahun ke tahun;
2.
Bahan
tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan guru dalam melaksanakan pengajaran
untuk siswa-siswanya;
3.
Suatu
usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari suatu rencana pendidikan
dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru di sekolah;
4.
Tujuan-tujuan
pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara penilaian yang
direncanakan dan digunakan dalam pendidikan; dan
5.
Suatu
program bpendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Definisi
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kurikulum sebagai
program yang direncanakan dan dilaksanakan di sekolah serta kurikulum sebagai
program yang direncanakan dan dilaksanakan secara nyata di kelas.
Ada pakar kurikulum yang mengutarakan bahwa
“kurikulum mencakupi maksud, tujuan, isi, proses, sumber daya, dan
sarana-sarana evaluasi bagi semua pengalaman belajar yang direncanakan bagi
para pembelajar baik di dalam maupun di luar sekolah dan masyarakat
melaluipengajaran kelas dan program-program terkait”, dan selanjutnya membatasi
“silabus sebagai suatu pernyataan mengenai rencana bagi setiap bagian kurikulum
menesampingkan unsure evaluasi kurikulum itu sendiri;… silabus hendaknya
dipandang dalam konteks proses pengembangan kurikulum yang sedang berlangsung” (Robertson
1971: 584; Shaw 1977 dalam Tarigan, 1993:5).
Selain itu, masih terdapat bermacam-macam pengertian
diberikan kepada istilah kurikulum. Ada pengertian yang sangat luas dan
sebaliknya terdpat pengertian yang sempit. Perkataan kurikulum bukan perkataan
Indonesia asli, tetapi berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Yunani. Di dalam
kamus Webster dalam Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik (1995:97)
terdapat beberapa arti dari kurikulum, di antaranya yaitu sebagai berikut.
1.
Tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh pelari kereta lomba.
2.
Pelajaram-pelajaran tertentu yang diberikan di sekolah atau perguruan
tinggi yang ditujukan untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.
3.
Keseluruhan pelajaran yang diberikan dalam suatu lembaga pendidikan.
Lazimnya, kurikulum dipandang sebagai suatu rencana
yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan berserta staf pengajarnya
(Nasution, 2006:5). Pengertian kurikulum yang lebih luas kemudian diberikan
oleh para pendidikan yaitu “segala usaha sekolah untuk memengaruhi anak
belajar, di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luarnya” atau “segala
kegiatan di bawah tanggung jawab sekolah yang memengaruhi anak dalam
pendidikannya” (Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:97).
Pendapat ini timbul karena para pendidik kini
beranggapan, dengan memperhatikan pengaruh hidden
curriculum sangat membutuhkan pemikiran-pemikiran dan
pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas dan mungkin biaya yang lebih besar
daripada merencanakan kurikulum yang bersifat tertulis. Yang termasuk hidden curriculum, misalnya dengan
tersedianya ruang perpustakaan yang nyaman dan buku-buku yang lengkap akan
dengan sendirinya meningkatkan gairah membaca murid-murid.
Karakteristik lain dari kurikulum terutama stated curriculum yaitu sebagai berikut.
a.
Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju ke kesempurnaan,
sesuai dengan kubutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
b.
Kurikulum adalah deskripsi atau uraian tentang rencana atau program yang
akan dilaksanakan.
c.
Kurikulum biasanya berisi tentang bermacam-macam bidang studi (areas of learning).
d.
Kurikulum dapat diperuntukkan bagi seorang pelajar saja atau disusun
bagi suatu kelompok yang besar.
e.
Kurikulum selalu berhubungan dengan atau merupakan program dari suatu
lembaga pendidikan (educational centre).
(Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:100).
2.2
Konsep Dasar Kurikulum
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang
harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak
zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih
dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “... a raccecourse of subject matter to be mastered” (Robert S. Zais,
1976:7 dalam Sukmadinata, 1997:4). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya
tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata
pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi
pelajaran.
Pendapat-pendapat
yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih
memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campell dalam
bukku mereka yang terkenal Curriculum
Development (1935), kurikulum ... to
be composed of all the experiences children have under the guidance of
teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih jelas ditegaskan
oleh Roland C. Doll (1974:22
dalam Sukmadinata, 1997:4):
The commonly accepted definition of
curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects
and courses to all the experiences which are offered to learners under the
auspices or direction of the school..
Definisi Doll
tidak hanya menunjukan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses,
tetapi juga menunjukan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit
kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang
diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas.
Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di
masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran
ataupun tidak. Definisi tersebut juga mecakup berbagai upaya guru dalam
mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang
mendukungnya.
Mauritz Johnson
(1967:30 dalam Sukmadinata, 1997:5)
mengajukan keberatan terhadap Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan
muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi
seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan
atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas
antara kurikulum dengan pangajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan
pelasanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi,
termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasi-hasil
belajar yang diharapkan dicapai oleh
siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah ... a structured series of intended learning outcomes (Johnson,
167:130 dalam Sukmadinata,
1997:5).
Terlepas dari
pro dan kontara terhadap pendapat Mauritz Jonhson, beberapa ahli memandang
kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara
mereka adalah Mac Donald (1965:3
dalam Sukmadinata, 1997:5) Menurut dia, sistem persekolahan terbentuk atas empat sub
sistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau
perlakuan profesional yang diberikan oleh guru . Belajar ((learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakun siswa sebagai
respons terhadap kegiatan yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang
memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar mengajar disebut
pembelajaran (intruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana
yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum juga
sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Menurut
Beauchamp (1968:6 dalam
Sukmadinata, 1997:5) “ A curriculum is written document which may contain many ingredients,
but basically it is a plan for the education of pupil during their enrollment
in given school”. Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah
suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan itu sudah masuk
pengajaran. Selanjutnya, dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam
kelas. Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan
suatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan
mengatur linhkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana
tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum
document or inert curriculum), sedangkan yang dioperasikan di kelas merupakan
kurikulum fungsional (functioning, live
operative curriculum).
Hilda Taba
(1962 dalam Sukmadinata, 1997:6) memunyai pendapat yang berbeda denga pendapat-pendapat yang
berbeda dengan pendapat-pendapat itu. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran
menurut dia bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan
cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode khusus
menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum,
kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan
pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.
Bagan 1.2
Kontinum kurikulum dan pengajaran
Umum jangka panjang khusus jangka
pendek
KURIKULUM PENGAJARAN
Menurut Taba,
batas antara keduannya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai
contoh, dalam kurikulum (tertulis), is harus digambarkan serinci, sekhusus
mungkin agar mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga
memungkinkan mencakup semua bahan yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan
kebutuhan dan minat siswa serta kemampuan guru. Kurikulum memberikan pegangan
bagi pelaksanaan pengajaran dikelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab
guru untuk menjabarkannya.
Suatu
kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau
perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan
perwujudan atau penerapan teori-teori
kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan
pengembangan para ahli kurikulum. Menurut, Robert S. Zais (1976:3 dalam Sukmadinata, 1997:6),
kurikulum sebagai bidang studi mencakup (1) the range of subject metters with which it is
concerned (the substantive structure), and (2) the procedures of inquiry and
practice that it follows (the syntactical structure)” Menurut George A.
Beauchamp (1976:58-59 dalam
Sukmadinata, 1997:5) kurikulum sebagai
bidang studi membentuk teori kurikulum sebagai ...a set of related statment thet gives meaning to a schools’s curicculum
by pointing up the relationships among its element and by directing its
development, its use, and its evaluation.
Bidang cakupan
teori atau bidang studi kurikulum meliputi (1) konsep kurikulum, (2) penentuan
kurikulum, (3) pengembangan kurikulum, (4) desain kurikulum, (5) implementasi dan (6) evaluasi kurikulum.
Selain sebagai
bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan
sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem
persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang
ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat
pengajaran dan jadwal waktu pengajran. Sebagai suatu sisten, kurikulum
merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum
sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum ,
susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi ,
dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan,
penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun
aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.
Mengenai fungsi
sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975:60 dalam Sukmadinata, 1997:5)
menggambarkan:
...(1) the choice of arena for curriculum decision making,
(2) the selection and involvement of person in curriculum planning, (3)
organization for and techniques used in curriculum planning, (4) actual writing
of a curriculum, (5) implementing the curriculum, (6) evaluation the
curriculum, and (7) providing for feedback and modification of the curriculum.
Apa yang
dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukan fungsi tetapi juga struktur
dari sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan pengembangan,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.
2.3
Teori Kurikulum
Teori dan
praktik haruslah seiring sejalan, saling menunjang, saling menggenapi satu sama
lain. Para pakar teori bekerja sekuat daya menciptakan teori-teori baru dan
para pelaksana menerjemahkannya ke dalam praktik yang nyata. Demikian pula
hendaknya dalam teori dan praktik kurikulum pendidikan dan pengajaran bahasa.
Banyak para pakar teori kurikulum mencoba merekontruksi pandangan-pandangan
mengenai upaya karya kurikulum serta keprihatinan-keprihatinanya yang
kebanyakan memang sangat penting dan menonjol.
Artikel yang
berjudul “The Practical Uses of
Curriculum Theory” disajikan oleh prof. Elizabeth valance (tip XXI : 4-10
dalam Tarigan, 1993:7). Sebagai pembuka edisi tersebut. Butir-butir yang dapat
dipetik dari artikel tersebut, antara lain :
1.
Penggunaan
teori kurikulum memang berbagai ragam, bergantung dari makna khusus istilah
tersebut. Yang paling sesuai dengan tugas kita adalah “teori kurikulum”
melibatkan pemikiran ilmiah yang cermat, unggul terhadap berbagai formulasi
yang berbeda-beda, dan memberikan suatu kumpulan kegiatan yang secara umum
bermaksud menjelaskan cara berpikir kurikulum itu.
2.
Kegunaan
praktis teori kurikulum, apabila dibatasi sebagai suatu kumpulan prinsip yang koheren, akan
lebih terarah kalau teori tersebut berada dalam suatu disiplin tertentu yang
mantap.
3.
Kalau
“teori kurikulum” dikacaukan dengan “model-model kurikulum”, maka kegunaan
praktisnya paling sedikit ada dua, yaitu :
(a)
Aplikasi
model-model yang ada terhadap situasi-situasi nyata tertentu akan membantu sang
pelaksana/praktisi untuk melihat secara lebih jelas pola-pola yang beroperasi
dalam kelasnya atau dalam pengembangan kurikulum.
(b)
Model-model
tidak hanya diterapkan dari situ; para pelaksana secara regular meramunya dari
pengalaman-pengalaman praktis mereka sendiri untuk memahaminya dalam
kategori-kategori informal, hierarki-hierarki, grafik-grafik, atau
bentuk-bentuk model lainnya.
4.
Penggunaan
praktis teori kurikulum benar-benar menuntut kita untuk melakukan suatu
analisis terhadap situasi-situasi nyata. “Teorisasi” dalam teori kurikulum
terjadi pada setiap tingkat dan dalam setiap makna “teori”.
Prof. William
F. Pinar (dari University of Rochester) dan Prof. Madeleine R. Grumet (dari
William Smith College) dalam artikel bersama yang berjudul “Socratic Caesura and the Theory-Practice
Relationshep” (pp. 50-54) dalam Tarigan, 1993:14. Melihat bahwa :
1.
Terlalu
sering, teori kurikulum disamakan dengan kebijakan kurikulum, dengan suatu
bentuk idealisme yang nilainya merupakan kapasitasnya yang akan dialihkan
secara serta merta ke dalam/menjadi kegiatan praktis.
2.
Terlalu
sering, teori kurikulum dinodai/dicemari oleh kompleksitas kesadaran diri karya
akademik, meremehkan kegiatan praktis untuk memelihara/mempertahankan hak
(istemewa) kelas yang berpegang teguh pada hal-hal yang abstrak untuk
memperluas kekuasaan statusnya.
Prof. Cleo H.
Cherryhlomes dari Michigan State University menampilkan artikel “What Is Curriculum Theory? A Special Problem
in Social Theory” (pp. 28-33) dalam Tarigan, 1993:12. Dari artikel tersebut
dapat kita petik butir-butir berikut ini :
1.
Teori
kurikulum haruslah menangani paling sedikit tiga bidang masalah, yaitu :
(a)
Praktik
pendidikan haruslah dijelaskan;
(b)
kriteria
etis yang yang diperlukan untuk meningkatkan; dan
(c)
isinya
haruslah dikonseptualisasikan.
2.
Ada
beberapa masalah mengenai penjelasan praktik pendidikan :
(a)
Teori-teori
dan penjelasan-penjelasannya tidaklah sempurna;
(b)
Makna
istilah-istilah teoretis terbaca bagi pertanyaan;
(c)
Aspek
lain dari makna istilah-istilah teoretis menimbulkan berbagai isu yang
berbeda-beda;
(d)
Para
pakar teori kurikulum haruslah menangani isu ketiga itu yang berkaitan dengan
penjelasan-penjelasan dan masalah-masalah maknanya.
Teori kurikulum
haruslah juga memberikan perhatian yang koheren terhadap isi substentif. Harus
disadari benar-benar bahwa sedikit sekali harapan bahwa teori kurikulum akan
dapat bersifat komprehensif pada semua bidang kurikuler. Oleh karena itu, teori
kurikulum janganlah dianggap sebagai suatu pernyataan tetapi sebagai suatu
pelacakan dan pencarian. Sang pelacak atau pencari akan bergerak dari satu
masalah, dari satu situasi masalah kepada situasi masalah lainnya.
Teori
kurikulum dalam pendidikan memuat pertimbangan-pertimbangan multi dimensional
yang merupakan sekelompok keputusan tentang tujuan, struktur, pelaksanaa, dan
evaluasi kurikulum maupun sistem persekolahan. Dalam pembicaraan ini akan
dibahas empat bagian pokok yaitu
1.
Konsep
Membicarakan
masalah kurikulum pada hakikatnya sama dengan memusatkan pada pembicaraan yang
dimaksudkan oleh Schwab (1969) dalam Subandijah (1993:7) dengan the unstable but usable arts of the
practitioner. Pernyataan ini mengandung maksud, bahwa teori kurikulum pada
dasarnya bukannya hal yang stabil keberadaannya, namun selalu berkembang
mengikuti arus dua arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun
demikian teori kurikulum akan dapat berguna dan memberikan arti penting dalam praktisi,
yaitu mereka yang mengelola sistem pendidikan. Dalam kaitan ini Beauchamp
(1975) menggambarkan teori kurikulum dalam perspektif seperti tertera dalam
gambar.
Gambar 2.1 Teori kurikulum dalam perspektif
Sumber:
George A. Beauchamp. 1975. Curriculum
Theory, 3rd. Wilmete. III The Kagg Press
Dari
gambar di atas dijelaskan, bahwa secara garis besar ilmu pengetahuan dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu teori-teori tentang kemanusiaan,
teori-teori tentang ilmu sosial, dan teori-teori ilmu alam. Dari ketiga
kelompok ilmu murni tersebut akan kembang teori-teori terapan yang meliputi
teori arsitektur, teori rekayasa, teori pendidikan, teori hukum , dan teori kedokteran.
Teori-teori terapan tersebut masing-masing berkembang dengan memiliki
cabang-cabang ilmu misalnya teori pendidikan berkembang menjadi teori
administrasi, teori konseling, teori kurikulum, teori instruksional, dan teori
evaluasi. Untuk perkembangan selanjutnya dari teori kurikulum muncul
teori-teori baru yaitu: teori disain dan teori rekayasa.
Dari
bagan tersebut ada dua teori rekayasa, yaitu teori rekayasa yang dihasilkan
dari perpaduan teori tentang kemanusiaan, ilmu sosial dan ilmu alam. Teori ini
menelaah tentang dasar dan aplikasinya dalam usaha perekayasaan teknologi
canggih atau teknologi perangkat keras, misalnya: rekayasa bangunan, rekayasa
mesin dan sebagainya. Sedangkan teori rekayasa dari teori kurikulum merupakan
teori rekayasa yang membahas tentang dasar dan aplikasi perekayasaan,
penyusunan dan pengembangan kurikulum untuk maksud membuat kurikulum yang lebih
baik sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan.
Teori
kurikulum merupakan bidang yang menyelidiki pembatasan daerah operasi kurikulum.
Oleh karena itu, teori kurikulum dapat juga disebut sebagai litmus test (sesuatu yang memberikan
petunjuk dalam pengoprasian kurikulum sesuai dengan batas bidang garapannya),
sehingga kurikulum yang bersangkutan benar-benar relevan dengan bidang garapannya.
Pada
dasarnya teori kurikulum menuntut pandangan ilmu yang luas, tidak hanya
terbatas pada ilmu pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk menguraikanrentangan
relevansi pertimbangan (pemikiran) terhadap keputusan yang diambil dalm
perencanaan sistem belajar, untuk mengeksplorasi alat-alat yang digunakan dalam
pemilihan isi (content) yang relevan
yang didukung dengan metode dan evaluasi yang efektif.
Teori
kurikulum lebih dikenakan pada hubungan antara unsur-unsur dari sekolah
sehingga dapat digunakan sebagai pengarahan, pengembangan , penggunaan dan
evaluasinya (Beauchamp (1975) dalam Subanjidah, 1992:10).
Berdasarkan
teori tersebut fakta menunjukan bahwa teori kurikulum memiliki fungsi yang
sangat penting dalam kaitannya dengan usaha pelaksanaan kurikulum dalam
praktitik pendidikan di sekolah.
2.
Fungsi
Teori Kurikulum
Teori
kurikulum memiliki fungsi yang sangat penting dalam kaitannya dengan
penyusunan, pengembangan, pembinaan dan evaluasi kurikulum pada khususnya dan
pendidikan pada umumnya. Dalam kaitannya fungsi kurikulum meliputi
a. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan
memberikan alternatif secara rinci dalam perencanaan kurikulum.
b. Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan
keputusan, memilih, menyusun dan membuat urutan isi kurikulum.
c. Sebagai pedoman atau dasar bagi evaluasi
formatif dan kurikulum yang sedang berjalan.
d. Membantu orang (yang berkepentingan dengan
kurikulum) untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuannya sehingga
merangsang untuk diadakannya penelitian lebih lanjut.
3.
Klasifikasi
Teori Kurikulum
Teori kurikulum dapat digunakan untuk melukiskan, menjelaskan dan
meramalkan hal yang harus dilakukan atau kemungkinan baru yang akan terjadi. Di
samping itu, teori kurikulum juga mengadakan analisis tentang keadaan
pendidikan dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Berdasarkan hal tersebut maka teori kurikulum dapat diklasifikasikan
menurut sudut pandang para ahlinya. Seperti John D. McNeil (1990)
mengklasifikasikan teori kurikulum atas (1) soft curriculum, yaitu kurikulum yang
mendasarkan pada filsafat, agama dan seni, dan (2) hard curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pada pendekatan
rasional dan lapangan (dalam Subandijah, 1992:11-12).
Sedangkan menurut Pinar teori
kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori tradisionalis,
konseptualis-empiris, dan rekonseptualis. Teori tradisionalis adalah teori yang
mementingkan transmisi sejumlah pengetahuan dan pengembangan kebudayaan agar
fungsi masyarakat berjalan sebagaimana mestinya. Teori konseptualis-empiris
adalah teori kurikulum yang menerapkan metode penelitian dalam sains untuk
menghasilkan generalisasi yang memungkinkan pendidik untuk meramalkan dan
mengendalikan apa yang terjadi disekolah. Sedangkan teori rekonseptualis adalah
teori yang menekankan pada pribadi, pengalaman eksistensial dan interpretasi
hidup untuk melukiskan perbedaan dalam masyarakat (dalam Subandijah, 1992:12).
Ahli lain, yaitu Glatthorn mengklasifikasikan teori kurikulum
berdasarkan pada ranah penyelidikan kurikulum sehingga teori ini dapat
dikelompokkan menjadi
a. Teori yang berorientasi pada struktur
Teori
ini berkaitan dengan usaha untuk menganalisis komponen-komponen kurikulum dan
hubungan antar komponen tersebut. Tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan
interaksi atau hubungan komponen kurikulum dengan lingkungan. Teori ini
menjelaskan fenomena kurikulum pada tingkat makro (global) dan tingkal makro
(lembaga).
b. Teori yang berorientasi pada nilai
Teori
ini didukung oleh rekonseptualis yang membahas masalah kemanusiaan.
c. Teori yang berorientasi pada bahan.
Sesuai
dengan orientasinya, teori ini berkaitan dengan pemilihan dan pengorganisasian
bahan-bahan kurikulum. Semua kegiatan terpusat pada anak. Dalam perkembangannya
dikenal ada tiga jenis kurikulum yang terpusat pada anak, yaitu:
1.
Pendidikan
afektif, yaitu pendidikan yang mengutamakan perkembangan perasaan dan nilai
pada anak.
2.
Pendidikan
terbuka, yaitu pendidikan yang mengutamakan perkembangan sosial-kognitif anak
melalui eksplorasi, kegiatan dan pertemuan informal.
3.
Pendidikan
perkembangan, yaitu pendidikan yang mengutamakan tingkat perkembangan anak
untuk menentukan status, bahan dan sekuens.
d. Teori yang berorientasi pada proses.
Teori
ini menitik beratkan pada proses pengembangan kurikulum, mengadakan analisis
sistem dan mengadakan pengkajian strategi unsur pembentukan kurikulum.
4. Corre
Curriculum
Core curriculum menunjuk
pada suatu rencana yang mengorganisasikan dan mengatur (scheduling) bagian utama dari program pendidikan umum disekolah
(Saylor dan Alexander, 1956 dalam Subandijah 1992:13). Sedangakan Faunce dan
Bossing,1951 dalam Subandijah, 1992:14) mendefinisikan bahwa istilah core curriculum menunjuk pada pengalaman
belajar yang fundamental bagi peserta didik, sebab pengalaman belajar didapat
dari (1) kebutuhan atau dorongan secara individual maupun secara umun, dan (2)
kebutuhan secara sosial maupun sebagai warga negara masyarakat demokratis.
Alberty
dalam menggunakan istilah core curriculum
dan general curriculum dalam
pendidikan digunakan secara simultan yang akhirnya dia berpendapat atas kedua
istilah tersebut dengan sebutan core
program. Dalam kaitannya dengan core program Alberty mengajukan enam tipe (jenis) core program, yaitu
a. Core
program terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang
masing-masing dapat diajarkan secara bebas tanpa sistematika untuk
mempertunjukan hubungan masing-masing pelajaran itu.
b. Core
program terdiri atas sejumlah pelajaran yang
dihubungkan satu dengan yang lainnya.
c. Core
program terdiri atas masalah yang luas, unit kerja,
atau tema yang disatukan, yang dipilih untuk menghasilkan arti mengajar secara
efektif tentang isi pelajaran tertentu, misalnya matematika, ilmu pengetahuan
alam, dan ilmu pengetahuan sosial.
d. Core
program merupakan mata pelajaran yang dilebur dan
disatukan.
e. Core
program merupakan masalah luas yang dapat memenuhi
kebutuhan fisik dan sosial, masalah minat anak (peserta didik).
f. Core
program merupakan unit kerja yang direncanakan oleh
siswa (peserta didik) dsn guru untuk memenuhi kebutuhan kelompok (Alberty 1953
dalam Subandijah, 1992:14).
Core curriculum memiliki
enam karakteristik yang dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam menentukan
apakah suatu program pendidikan termasuk dalam core curriculum atau tidak yaitu
a. Program kurikulum inti melengkapi pendidikan
umum, dan tujuan program adalah seluas dengan hasil dasar yang dicapai melalui
program pendidikan umum.
b. Kelas dalam kurikulum inti (core curriculum) disusun atau diatur dua
atau lebih priode kelas pada umumnya.
c. Pengalaman belajar kelompok inti biasanya
diorganisasikan berdasarkan pada unit kerja yang luas dan tidak terikat pada subject matter (mata pelajaran) tradisional.
d. Guru kurikulum inti menggunakan metode
pengajaran yang lebih fleksibel dan bebas, dan menggunakan prosedur kelompok
kerja sama dalam merencanakan dan melasanakan kegiatan belajar.
e. Program kurikulum inti menggunakan berbagai
macam pengalaman belajar.
f. Bimbingan merupakan bagian yang pokok dari
kegiatan kurikulum( Saylor dan Alexander 1956 dalam Subandijah, 1992:15-16).
Disiplin akademik (mata pelajaran) tradisional ini tidak
memungkinkan menerima secara teoritis terhadap nilai yang bersifat edukasional.
Broudy, Smith dan Burnett mengklasifikasikan isi kurikulum kedalam lima
kelompok, yang selanjutnya diuraikan Jenkins sebagai berikut
a. Bentuk pengetahuan yang digunakan sebagai alat
berpikir simbolik, komunikasi belajar.
b. Bentuk pengetahuan yang berupa fakta dasar yang
sistematis dan hubungan antara fakta tersebut.
c. Bentuk pengetahuan yang merupakan informasi
yang terorganisasi sepanjang perkembangan budaya.
d. Bentuk pengetahuan yang menggambarkan masalah
masa depan dan mencoba mengatur aktivitas yang sesuai dengan aturan sosial
(masyarakat).
e. Sifat integratif dan disiplin inspirasional
yang menciptakan sintesa skema nilai dalam bentuk ilmu filsafat, teologi dan kerja
seni (Broudy, Smith dan Burnett 1964 dalam Subandijah 1992:17).
Ada
dua pendekatan yang digunakan dalam mengkaji core curriculum (kurikulum inti. Mendekatan tersebut meliputi
a. Pendekatan yang berorientasi pada masalah dalam
core curriculum diusulkan oleh
Khuckholn dan Strodbeck (1961).
Dalam
pendekatan ini mereka mengajukan lima postulat masalah pokok yang dihadapi
semua peserta didik setiap waktu yaitu
1.
Karakter
manusia
2.
Hubungan
alam dengan manusia
3.
Pandangan
manusia tentang waktu
4.
Hubungan
manusia dengan kegiatan
5.
Hubungan
manusia satu dengan manusia lain.
b. Pendekatan kultural
Pendekatan
kultural core curriculum menyatakan
bahwa pertimbangan mengenai kebudayaan kultur yang merupakan perwujudan dalam
semua masyarakat pada setiap waktu dan sekolah akan menyajikan pandangan yang
mutakhir tentang kondisi masyarakatnya. Karena sekolah memperoleh perlakuan
yang bersifat universal ini, kemudian sekolah diberi peluang dalam
mengembangkan kurikulumnya yang berhubungan dengan kekhususan (sifat khas)
lingkungannya (Subandijah, 1992:19-20).
2.4
Proses Kurikulum
Dalam model-model baku proses-proses kurikulum
biasanya para perencana kurikulum bergerak maju secara sistematis dari
penaksiran kebutuhan menuju maksud dan tujuan, terus keperincian isi pengajaran
program. Berbicara mengenai proses-proses kurikulum, maka kita teringat akan
model yang diajukan oleh Taba (1962:12 dalam Tarigan,
1993:18 ) yang
terdiri tujuh langkah berikut.
Gambar 2.2 Cakupan Telaah Kurikulum Bahasa. (tarigan,
1992:100)
2.5 Tujuan
Kurikulum
Tujuan adalah komponen kurikulum yang sering dianggap
komponen pertama dalam menyusun kurikulum karena tujuan akan mengarah
penyusunan komponen-komponen kurikulum lainnya. Tetapi kenyataan lain
menunjukkan bahwa banyak para guru atau penyusun kurikulum yang kurang
menyadari ada dan pentingnya peranan tujuan. Mereka sering tidak menghiraukan
komponen tujuan dan tidak pernah merumuskannya.
Bila sudah ada tujuan dalam buku kurikulum,
sering-sering rumusannya terlalu umum dan kurang jelas. Masalah pokok dan
paling sukar sehubungan dengan komponen tujuan, yakni bagaimana menerjemahkan tujuan pendidikan yang sangat umum menjadi
tujuan bersifat khusus dan operasional, artinya tujuan yang benar-benar dapat
dicapai oleh murid-murid di dalam proses belajar dalam kelas.
Untuk memahami asal mula atau bagaimana tersusunnya
tujuan kurikulum dari suatu sekolah (lembaga pendidikan) perlu diketahui
tentang sumber-sumber yang membantu. Sumber-sumber tersebut adalah berupa
dasar-dasar kurikulum yakni filsafat dan tujuan pendidikan, psikologi belajar,
faktor anak dan masyarakat.
Pertama,
misalnya kita akan menuliskan tujuan kurikulum Sekolah Menengah Pertama di
Indonesia, maka tujuan tersebut harus sesuai sejalan dan sesumber pada tujuan
umum pendidikan di Indonesia.
Agar
dapat memahami sifat dan kedudukan tujuan kurikulum suatu sekolah, perlu
diketahui adanya hirarki tujuan pendidikan. Hirarki tujuan pendidikan yang kita
kenal, di Indonesia yaitu sebagai berikut.
1.
Tujuan
Umum Pendidikan Nasional
Pendidikan
umum dalam istilah ini ditinjau dari scope
nasional. Tujuan umum pendidikan nasional adalah tujuan yang mengandung rumusan
kualifikasi umum yang diharapkan telah dimiliki oleh setiap warga negara
Indonesia setelah menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Sumber tujuan umum ini biasanya terdapat di dalam
undang-undang atau ketentuan-ketentuan resmi tentang pendidikan. Misalnya,
tujuan umum pendidikan nasional kita yang telah digariskan di dalam GBHN dan
Undang-Undang Pokok Pendidikan. Tujuan umum ini harus menjiwai tujuan
pendidikan yang lain.
2.
Tujuan
Institusional
Tujuan
institusional pengkhususan dari tujuan umum dan berisi kualifikasi yang diharapkan
diperoleh anak-anak setelah menyelesaikan studinya dalam suatu institusi atau
lembaga pendidikan tertentu. Rumusan tujuan institusional ini misalnya, seperti
yang terdapat di dalam undang-undang pokok pendidikan No. 12 Tahun 1957 pasal
7.
a.
Ayat
1 : Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak termasuk menentukan
tumbuhnya rohani dan jasmani
kanak-kanak, sebelum dia masuk sekolah dasar.
b.
Ayat
2 : Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menentukan tumbuhnya rohani dan
jasmani anak, memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan
kesukaannya masing-masing dan memberikan dasar pengetahuan, kecakapan dan
ketangkasan, baik lahir maupun batin.
c.
Ayat
3 : Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan vak) bermaksud melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah rendah untuk
mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai
anggota masyarakat, mendidik tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai
dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat bagi pendidikan dan
pengajaran tinggi.
d.
Ayat
4 : Pendidikan dan Pengajaran Tinggi bermaksud memeberi kesempatan kepada
pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan
yang dapat memelihara kemajuan hidup kemasyarakatan.
e.
Ayat
5 : Pendidikan dan Pengajaran Luar biasa bermaksud memberi pendidikan kepada
orang-orang yang dalam keadaan kekurrangan, baik jasmani maupun rohaninya
supaya mereka memiliki kehidupan lahir batin yang layak.
Tujuan
institusional ini di samping tertulis dalam Undang-Undang biasa terdapat juga
dalam buku pedoman kerja (kurikulum) dari tiap-tiap lembaga pendidikan tertentu
dan biasanya dirumuskan lebih eksplisit, misalnya dalam buku Pedoman dan
Kurikulum SMP sebagai berikut.
“Tujuan Umum
Pendidikan di SMP adalah agar lulusan:
a.
Menjadi
warga Negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin.
b.
Menguasai
hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah
Dasar.
c.
Memiliki
bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tinggi Atas dan untuk
terjun ke masyarakat.
3.
Tujuan
Kurikuler (bidang studi)
Tujuan
kurikuler adalah tujuan yang akan dicapai untuk tiap-tiap bidang studi
tertentu, misalnya dalam IPA, Bahasa Indonesia, Matematika, mata pelajaran
Bahasa Inggris, dan lain-lain. Setelah anak mengikuti kegiatan kurikuler dalam
bidang studi atau mata pelajaran tersebut, mereka diharapkan memiliki kualitas
tertentu.
4.
Tujuan
Instruksional
Tujuan
ini merupakan suatu rumusan yang melukiskan perubahan yang diharapkan dalam
diri murid bila ia telah menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu.
Kegiatan belajar tersebut berhubungan dengan topik atau sub topik atau
unit/subunit dari mata pelajaran tertentu. Tujuan instruksional ini dapat
dijabarkan menjadi beberapa hal yaitu sebagai berikut.
a.
Tujuan
Istruksional Umum
Tujuan
instruksional umum merupakan pernyataan hasil belajar yang diharapkan dimiliki
oleh murid-murid, tetapi belum dirumuskan, tetapi belum dirumuskan
sekhusus-khususnya dalam bentuk
perubahan tingkah laku murid yang mudah diamati dan tidak menimbulkan
bermacam-macam tafsiran.
b. Tujuan Istruksional Khusus
Tujuan
instruksional khusus adalah reumusan
tujuan yang menggunakan istilah yang operasional, dirumuskan dari sudut
produkbelajar dan sudut perubahan, tingkah laku anak serta dinyatakan dalam
rumusan yang sekhusus mungkin, sehingga tujuan tersebut mudah dinilai.
Sebagai
usaha merumuskan tujuan instruksional sekhusus dan sejelas mungkin, sehingga bersifat
operasional, dirumuskanlah tujuan-tujuan tersebut dalam bentuk tingkah laku
khusus dari anak yang mudah diobservasi dan dievaluasi (behavioral objektive).
Menurut
Bloom dalam (,1993:106) mengemukakan adanya tiga macam bidang (domains) dari tingkah laku manusia,
yaitu aspek cognitive (pengenalan,
pengetahuan), affective (perasaan,
penghayatan-nilai, sikap) dan psychomotor
(keterampilan).
Selanjutnya
pada masing-masing domains masih didiferensiasi menurut intensitasnya. Kedua,
sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan adalah psikologi belajar atau
khususnya teori-teori belajar. Teori-teori belajar yang kita kenal, misalnya:
a.
Teori
stimulus dari respons.
Teori
stimulus (S) dan Respons (R) sering disebut SAR Bond Teori atau keneksionisme.
Yang dimaksud dengan stimulus adalah perangsang atau situasi di luar individu
atau organisme. Sedangkan repons ialah reaksi sebagai akibat dari stimulus. S-R
menunjukan hubungan antara Stimulus dan Respon, Hubungan antara S-R menjelaskan
segala bentuk belajar pada manusia dan binatang.Contoh analisa belajar
berdasarkan teori koneksionisme ini adalah sebagai berikut: Misalnya, guru
mengatakan, berapa 2 x 2 (=stimulus), maka anak menjawab 4 (=respons). Jasdi,
belajar digambarkan sebagai proses asosiasi atau koneksi.
b.
Teori
Gestalt
Berlawanan
dengan teori assosiasi, teori ini berpendirian, bahwa keseluruhan tidak sama
dengan jumlah bagian-bagiannya. Mengubah bagian akan mengubah keseluruhannya.
Dalam belajar, keseluruhan situasi belajar itu penting. Belajar adalah
interaksi yang kontinu antara organisme atau individu dengan lingkungannya.
Hubungan antara organisme dengan lingkunganya tidak statis melainkan dinamis
dan senantisa berubah. Sebenarnya tidak pernah terdapat suatu situasi yang
berulang tak pernah terdapat ulangan dari situasi yang sama. Situasi dan
individu atau organisme tak pernah sama akan tetapi selalu mengalami perubahan.
Seorang belajar jika ia mendapatkan suatu
insight atau tilikan atau pemahaman dalam suatu situasi yang problematis.
Dengan insight dimaksud melihat
hubungan antara unsur-unsur dalam situasi itu. Banyak percobaan dilakukan oleh
Kohler dengan chimpanse yang menunjukan timbulnya insight pada kera itu pada waktu ia memahami suatu situasi
problematis. Apa sebenarnya insight itu belum dipahaminya. Selanjutnya teori
ini berpendapat, bahwa dalam proses belajar si pelajar selalu bertindak sebagai
keseluruhan yang berusaha mencapai tujuan dengan menggunakan segala
pengalamannya. Jadi belajar itu adalah proses perkembangan dipengaruhi oleh
faktor dari dalam dan merupakan suatu
proses yang aktif di mana terjadi suatu interaksi yang kontinu antara
organisasi atau individu dengan lingkungannya.
Tujuan
kurikulum berdasrkan teori gestalt, misalnya ialah: agar anak dapat memahami
suatu konsep, agar anak dapat menganalisa suatu problem, dan sebagainya.
Ketiga,
sebagai sumber yang membantu dalam perumusan tujuan adalah pemahaman kita
tentang hakikat anak serta realitas hidup kejiwaannya.
Anak
adalah faktor utama dalam proses pendidikan. Anaka erat hubunganya dengan
kurikulum. Anak dapat dianggap sebagai konsumen dari kurikulum atau dapat
dikatakan kurikulum merupakan alat untuk membantu perkembangan anak. Kurikulum
sekarang disusun berdasrkan orientasi pada sifat hakikat anak. Proses
pendidikan sekarang adalah child-oriented. Di dalam proses interaksi antara
pelajar dan mengajar, proses belajarlah yang dipentingkan. faktor manusia utama
di dalam kelas bukan lagi guru, tetapi murid. Untuk memahami realitas hidup
kejiwaan anak, maka sumbangan psikologi perkembangan adalah sangat besar
Beberapa
realitas kehidupan jiwa maka, misalnya ialah:
1.
Anak
adalah individu yang terus menerus tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan
atau kematangan. Proses perkembangan anak tersebut bersifat kontinu namun cara
teoritis proses perkembangan tersebut dapat dibagi-bagi jadi beberapa fase
perkembangan. Pada tiap-tiap fase perkembangan terdapat sifat-sifat yang jelas
dan berbeda dengan sifat-sifat yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat pada
fase lainnya. Namun perlu diingat, bahwa batas antara fase-fase perkembangan
tersebut tidak tegas. Perkembangan tetap merupakan proses kontinu. Proses
tersebut berlanjut pada individu yang merupakan sifat-sifat atau kemampuan
pembawaan (kodrat) dan faktor lingkungan, khususnya lingkunagn pendidikan.
Sebagai
contoh pembagaian proses perkembangan menjadi fase-fase perkembangan, adalah
pembagian yang dikemukakan oleh Kohnstamm, sebagai berikut:
a)
Masa
Vital (0;0-2;0).
b)
Masa
Kanak-kanak (2;0-6;0).
c)
Masa
Sekolah (6;0-12;0).
d)
Masa
Remaja (12;0-18;0).
e)
Masa
Transisi dari remaja ke dewasa (18;0-21;0).
f)
Masa
Dewasa (21;0-24;0).
Pada
tiap-tiap masa perkembangan, sifat-sifat menunjukkan perbedaan dengan
sifat-sifat masa perkembangannya.
a)
Anakmerupakan
individu, perkembangan anak bukanlah perkembangan bagian, atau fungsi demi
fungsi, tetapi merupakan perkembangan yang bulat keseluruhan.
b)
Anak
merupakan individu yang berbeda dengan individu yang lain.
c)
Anak
adalah individu yang mempunyai motif atau dorongan semua perbuatannya adalah
berdasarkan motif untuk mencapai tujuan tertentu.
a.
Keempat,
adalah masyarakat sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan kurikulum.
Kurikulum harus berorientasi pada masyarakat.
Sehubungan
dengan pengertian tentang masyarakat tersebut, sekolah mempunyai tiga macam
fungsi atau tugas yaitu mewarsikan nilai-nilai kebudayaan masa lalu kepada
generasi muda, membahas, meniali secara kritis dan menyeleksi nilai kebudayaan
masa kini untuk memberikan kecakapan, keterampilan kepada generasi sekarang
agar dapat hidup, produktif dan analisis serta mengembangkan daya cipta untuk
memperbaiki keadaan masa kini dan menciptakan keadaan yang lebih baik untuk
masa depan.
2.6
Komponen Kurikulum
Untuk kepentingan pemahaman lebih lanjut tentang
kurikulum dan untuk pengembangan atau penyusunan kurikulum, perlu adanya
penyebaran kurikulum dalam bentuk komponen-komponen.
Salah satu usaha penyebaran ialah membagi kurikulum
menjadi empat komponen yaitu sebagai berikut.
1.
Tujuan (obyektive).
2.
Pengalaman-pengalaman belajar (learning
experiences).
3.
Organisasi dari pengalaman belajar (organization
of learning experiences).
4.
Penilaian hasil belajar (evaluation
of student progress).
Untuk menyusun suatu kurikulum, misalnya dapat dimulai
dengan merumuskan tujuannya. Dengsn terumusnya tujuan kurikulum secara jelas, specific, dan operasional, maka
pemilihan pengalaman belajar yang sesuai bagi murid-murid akan lebih mudah
karena tujuan yang akan dicapai sudah jelas. Usaha selanjutnya adalah
mengorganisasikan pengalaman-pengalaman belajar yang akan berlangsung sebagai
langkah terakhir adalah menyusun alat-alat evaluasi untuk menilai
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai murid. Perlu diketahui bahwa dalam
menyusun kurikulum tidak harus dimulsi dengan perumusan tujuan, tetapi dapat
pula dimulai dari pemilihan pengalaman belajar atau organisasinya atau
evaluasinya.
Adapun komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya
terdiri dari empat macam komponen yaitu (1) tujuan, (2) materi, (3) metode dan (4)
evaluasi.
1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau
sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum, karena melalui
tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan
mencapai tujuan kurikulum. Dimana tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan ke
dalam tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Selain itu
pencapaian komponen tujuan kurikulum berakibat langsung terhadap pencapaian
tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
2. Komponen Materi/Isi
Komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu
pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam
proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen
tujuan dengan komponen materi atau dengan komponen-komponen yang lainnya
haruslah dilihat dari sudut hubungan yang fungsional. Hubungan fungsional dalam
konteks ini adalah hubungan yang didasarkan atas fungsi masing-masing komponen
kurikulum, sehingga salah satu komponen tidak berfungsi maka dengan sendirinya
mengakibatkan komponen yang lain menjadi tidak berfungsi.
3. Komponen Metode/Organisasi
Komponen metode dibagi atas dua bagian yaitu, komponen metode dalam
pengertian luas dan sempit. Komponen metode dalam arti sempit yaitu berupa
penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan Komponen
metode dalam pengertian luas adalah tidak hanya sekedar metode mengajar, tetapi
juga dipersoalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman
dan keterampilan diri anak. Dari komponen metode kurikulum dalam arti luas,
juga dapat mencakup persoalan seperti cara penyampaian seorang guru, cara
memimpin sekolah, cara karyawan bekerja dan cara lain yang saling terkait yang
dilakukan oleh SDM sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh
terhadap pembangunan nilai-nilai yang diajarkan guru kepada siswa. Komponen
metode harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan menghasilkan
sesuatu yang baik dimana berfungsi untuk membuat siswa yang bermutu.
4. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang
berfungsi untuk mengukur berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum.
Memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak
untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak diluluskan. Mengingat bahwa
kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sudah didesain dan dilaksanakan
untuk mencapai target tertentu, maka evaluasi harus didasarkan atas pencapaian
target kurikulum.
Untuk membahas atau menyusun suatu kurikulum perlu
dipertimbangkan faktor-faktor yang merupakan landasan bagi kurikulum.
Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Filsafat dan
Tujuan Pendidikan
Sekolah bertujuan mendidik anak agar ia menjadi
manusia dengan “baik” dalam masyarakat. Apakah yang dimaksud dengan “manusia
yang baik” ditentukan oleh cita-cita, nilai-nilai, negara, dan dunia. Perbedaan
filsafat dengan sendirinya menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan.
Pendidikan di negara yang otokratis berlainan coraknya dengan di negara yang
demokratis, pendidikan di negara yang berpaham Kristen tak sama di negara
berasaskan agaman Islam, dan sebagainya. Itu sebabnya maka curriculum bertalian erat dengan filsafat pendidikan.
2. Psikologis
Belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan
keyakinan bahwa anak itu dapat dididik. Anak itu dapat belajar. Soal yang
penting ialah bagaimanakah anak itu belajar? Teori tentang belajar atau
psikologi belajar juga faktor yang penting dalam kurikulum. Susunan bahan
pelajaran banyak dipengaruhi faktor ini.
3. Faktor Anak
Sekolah didirikan untuk anak. Oleh sebab itu, anak itu
sendiri merupakan suatu faktor yang tak dapat diabaikan. Pada permulaan abad
kedua puluh hak dan pribadi anak sangat diutamakan. Ada kurikulum yang
semata-mata didasarkan atas minat dan kebutuhan anak yang disebut child-centered kurikulum yang timbul
reaksi terhadap kurikulum yang hanya member bahan pelajaran yang penting
menurut anggapan orang dewasa tanpa menghiraukan keinginan dan kebutuhan anak
sendiri.
4. Faktor
Masyarakat
Kemudian ternyata bahwa child-centered kurikulum yang ekstrim atau berlebih-lebihan itu
tidak dapat dipertahankan. Bagaimanapun juga anak itu harus hidup dalam
masyarakat dan harus memenuhi tugasnya masing-masing, baik sebagai anak maupun
sebagai orang dewasa kelak. Tuntutan masyarakat tak dapat diabaikan. Jadi,
masyarakat dalam kurikulum ini tak berarti bahwa hanya kepentingan masyarakat
saja diperhatikan, artinya bahwa kurikulum itu harus semata-mata society-centered. Kini orang mengambil
jalan tengah yakni kurikulum berdasarkan child-in-his-society,
di mana dicari keseimbangan antara kepentingan anak dan masyarakat.
2.7
Jenis-Jenis Kurikulum
Terdapat
berbagai ragam kurikulum, hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang. Bila
dipandang dari sudut masa atau orientasi/focus maka kita mengenal dua jenis
kurikulum, yaitu sebagai berikut.
a. Kurikulum
tradisional atau kurikulum yang berpusat/berorientasi pada pengajar;
b. Kurikulum
modern atau kurikulum yang berpusat/berorientasi pada pembelajar. (Nunan 1988:5-6
dalam Tarigan, 1993:19).
Bila
dipandang dari sudut sistem nilai pendidikan, maka kita mengenal kurikulum
sebagai berikut.
a. Kurikulum
Humanisme Klasikal
b. Kurikulum
Rekonstruksionisme
c. Kurikulum
Progressivisme (Clark 1987:93-99 dalam Tarigan,
1993:19)
Bila
dipandang dari segi teori dan praktiknya, maka kita mengenal kurikulum sebagai
berikut.
a. Kurikulum
Teoretis
b. Kurikulum
Praktis (Nunan 1989:144-145 dalam Tarigan,
1993:19)
Bila
dipandang dari sudut kejelasan atau keterselubungannya, kita mengenal kurikulum
sebagai berikut.
a. Kurikulum
Nyata (Overt Curriculum)
b. Kurikulum
Terselubung (Hidden Curriculum) (Widdowson
1990:184 dalam Tarigan, 1993:19)
Bila
dipandang dari perspektifnya, maka kita mengenal kurikulum sebagai berikut.
a. Kurikulum
Ideal
b. Kurikulum
Formal
c. Kurikulum
Instruksional
d. Kurikulum
Operasional
e. Kurikulum
Eksperiensial (Klein 1983:199 dalam Tarigan,
1993:19)
Kurikulum
ideal menggambarkan keyakinan-keyakinan para pakar dalam disiplin-disiplin itu
dan rekomendasi-rekomendasi mengenai hal-hal yang harus dimasukkan di dalam
kurikulum dan bagaimana caranya diimplementasikan. Keputusan-keputusan yang
dibuat pada tingkat ini mencerminkan nilai-nilai pakar pribadi sendiri. Jadi,
tidak terdapat consensus, persetujuan umum, dan tiada upaya untuk memperoleh
persetujuan di antara perspektif pada kurikulum ideal. Sedikit sekali pemikiran
yang diberikan kepada pengekangan-pengekangan sumber daya yang terbatas dan
kemauan-kemauan umum yang ditempatkan praktek pendidikan. Pemikiran seorang
pemimpin dalam kurikulumideal tidaklah perlu dipengaruhi oleh kebutuhan untuk
membuat keputusan-keputusan langsung dan praktis kalau memang muncul atau harus
ada pemikiran para pelaksana.
Pemikiran
formal terdiri atas harapan-harapan yang terkandung dan keputusan-keputusan
yang dibuat tentang kuriikulum melebihi tingkat kelas oleh insane-inan yang di
luar para pakar. Kurikulum ini memuat bagaimana cara-cara para petugas sekolah,
penerbit buku, dan organisasi-organisasi profesional memandang serta
memperlakukan kurikulum. Pendek kata semua golongan berupaya dari bidang
masing-masing untuk menunjang dan menyukseskan kurikulum formal.
Kurikulum
instruksional mencerminkan harapan-harapan, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,
dan perkiraan-perkiraan sang pengajar dalam meladeni para anak didik supaya
sukses. Kurikulum pada tingkat ini bergantung pada kemampuan dan keterampilan
profesional sang pengajar dan persepsi-persepsi pribadinya mengenai pendidikan.
Keputusan-keputusan biasanya dibuat dengan mengingatt suatu kelas khusus dan
dengan sejumlah keputusan yang dibuat pada kurikulum ideal dan kurikulum formal
tadi. Sang pengajar secara pribadi atau secara individual di dalam suatu kelas
khusus justru merupakan fokus pada kurikulum istruksional ini.
Pada
kurikulum operasional, sang pengamat mendokumentasikan proses-proses interaktif
yang berlangsung di dalam kelas sebaik kurikulum itu diimplementasikan atau
dilaksanakan. Karena sang pengajar teralalu terlibat atau terlalu aktif
berpartisipasi dalam interaksi, maka agar dapat mendokumentasikan secara
sistematis apa yang (sedang) terjadi, maka memang dibutuhkan tenaga seorang
pengamat yang terlatih. Sang pengajar dan para pembelajar merupakan sasaran
utama bagi sang pengamat. Banyak keputusan dibuat sebaik sang pengajar dan para
pembelajar berinteraksi di dalam kelas. Rencana-rencana yang telah dibuat
sebelum pengajar bertemu dengan para pembelajar pun diubah, rencana-rencana
baru berkembang di lapangan sebaik
pengajaran berlangsung. Keputusan-keputusan yang dibuat pada tingkat interaktif
ini turut membatasi perspektif operasional kurikulum.
Dalam
kurikulum eksperiensial, perspektifnya dibatasi sebagai hal-hal yang secara
actual dialami oleh pembelajar sebagai suatu akibat atau hasil rencana-rencana
kurikulum yang telah dibuat dan interaksi-interaksi yang terjadi pada
tingkat-tingkat lainnya. Sang pembelajar memilih dan berekasi terhadap yang
disajikan berdasarkan minat, nilai, kemampuan, dan pengalaman sebelumnya.
Proses selektif dan reaktif ini berakibat dalam suatu hal unik dan sampai taraf
pengalaman pribadi dari kurikulum eksperiensial bagi setiap pembelajar (Klein,
1983:199-200 dalam Tarigan, 1993:22).
III. PENUTUP
3.1
Simpulan
Simpulan dari
makalah ini yaitu sebagai berikut.
3.1.1
Kurikulum
adalah aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi
peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah.
3.1.2
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang
fungsional (functioning curriculum).
Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah
atau perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain
merupakan perwujudan atau penerapan
teori-teori kurikulum. Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum
meliputi (1) konsep kurikulum, (2) penentuan kurikulum, (3) pengembangan
kurikulum, (4) desain kurikulum, (5)
implementasi dan (6) evaluasi kurikulum.
3.1.3
Teori
kurikulum dalam pendidikan memuat pertimbangan-pertimbangan multi dimensional
yang merupakan sekelompok keputusan tentang tujuan, struktur, pelaksanaa, dan
evaluasi kurikulum maupun sistem persekolahan. Teori kurikulum membahas empat
bagian pokok yaitu (1) konsep, (2) fungsi, (3) klasifikasi, dan (4) kurikulum
inti (core curriculum).
3.1.4
Dalam model-model baku proses-proses kurikulum
biasanya para perencana kurikulum bergerak maju secara sistematis dari
penaksiran kebutuhan menuju maksud dan tujuan, terus keperincian isi pengajaran
program. Berbicara mengenai proses-proses kurikulum, maka akan teringat model
yang diajukan oleh Taba (1962:12 dalam Tarigan,
1993:18 ) yang
terdiri tujuh langkah yaitu (1) diagnosis kebutuhan, (2) perumusan tujuan, (3)
pemilihan isi, (4) penataan isi, (5) pemilihan pengalaman belajar, (6) penataan
pengalaman belajar, dan (7) penentuan objek dan sarana penilaian.
3.1.5
Tujuan adalah komponen kurikulum yang sering dianggap komponen pertama
dalam menyusun kurikulum karena tujuan akan mengarah penyusunan
komponen-komponen kurikulum lainnya. Untuk memahami asal mula atau bagaimana
tersusunnya tujuan kurikulum dari suatu sekolah (lembaga pendidikan) perlu
diketahui tentang sumber-sumber yang membantu. Sumber-sumber tersebut adalah
berupa dasar-dasar kurikulum yakni filsafat dan tujuan pendidikan, psikologi
belajar, faktor anak dan masyarakat. Misalnya kita
akan menuliskan tujuan kurikulum Sekolah Menengah Pertama di Indonesia, maka
tujuan tersebut harus sesuai sejalan dan sesumber pada tujuan umum pendidikan
di Indonesia. Agar dapat memahami sifat dan kedudukan tujuan kurikulum suatu
sekolah, perlu diketahui adanya hirarki tujuan pendidikan, yaitu (1) tujuan
umum pendidikan nasional, (2) tujuan institusional, (3) tujuan kurikuler, dan
(4) tujuan istruksional.
3.1.6
Kurikulum memunyai empat komponen yaitu (1) tujuan (obyektive), (2) pengalaman-pengalaman belajar (learning experiences), (3) organisasi dari pengalaman belajar (organization of learning experiences),
dan (4) penilaian hasil belajar (evaluation
of student progress).
3.1.7
Jenis-jenis
kurikulum dapat dibedakan atas lima jenis, yaitu (1) berdasarkan orientasi atau
fokus meliputi kurikulum tradisional dan kurikulum modern, (2) berdasarkan
sistem nilai pendidikan meliputi kurikulum humanisme klasikal, kurikulum
rekonstruksionisme, kurikulum progresivisme, (3) berdasarkan teori dan praktek
meliputi kurikulum teori dan kurikulum praktis, (4) berdasarkan kejelasan atau
keterselubungannya meliputi kurikulum nyata dan kurikulum terselubung, dan (5)
berdasarkan perspektifnya meliputi kurikulum ideal, kurikulum formal, kurikulum
instruksional, kurikulum opresional, dan kurikulum eksperiensial.